Tuesday, September 15, 2009

FOTOSINTESIS

PENDAHULUAN

Latar Belakang


Banyak proses yang berlangsung dalam daun, tetapi yang menjadi pembeda dan yang terpenting ialah proses pembuatan bahan makanan. Tumbuhan hijau memiliki kemampuan membuat makanan dari bahan-bahan baku dari tanah dan udara, dan pada aktifitas inilah bergantung kehidupan tumbuhan dan kehidupan seluruh binatang dan manusia. Seluruh benda hidup memerlukan energi tidak saja untuk pertumbuhan dan reproduksi, tetapi juga untuk mempertahankan kehidupan itu sendiri. Energi ini berasal dari energi kimiawi dalam makanan yang dikonsumsi, sedangkan makanan itu asalnya dari proses fotosintesis (Tjitrosomo, 1990).

Sebelum awal abad ke 18, para ilmuwan percaya bahwa tumbuhan memperoleh semua bahan penyusunnya dari tanah. Pada tahut 1727, Stephen Hales mengemukakan bahwa sebagian makanan tumbuhan berasal dari atmosfer dan cahaya terlibat dalam proses ini. Pada saat itu belum diketahui bahwa udara mengandung unsur gas yang berlainan. Pada tahun 1771, Joseph Priestley seorang pastor dan ahli kimia berkebangsaan Inggris menyinggung O2 (walaupun zat yang disebutnya sebagai udara yang tidak mudah terbakar ini belum dikenal sebagai molekul) ketika ia menememukan bahwa tumbuhan hijau dapat memperbaharui udara yang kotor akibat pernapasan hewan. Kemudian, seorang dokter berkebangsaan Belanda Jan Ingenhous, memperlihatkan bahwa cahaya diperlukan untuk memurnikan cahaya tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).
Pada akhir abad ke 19 ilmu pengetahuan dari fotosintesis lebih menyempit, tapi beberapa pengertian mengalir deras pada abad ke 20. Sampai pada saat itu tiba kita tahu bahwa tumbuhan mengabsorbsi CO2 dan mengalirkannya ke senyawa organik. Cahaya merupakan energinya. Oksigen telah diproduksi sebagai hasil dari proses dan tanaman pada gelap mengabsorbsi O2 dan menukarkan CO2 seperti hewan (Ting, 1982).

Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintes pada tumbuhan tingkat tinggi. Evolusi daun telah mengembangkan suatu struktur yang akan menahan kekerasan lingkungan namun juga efektif dalam penyerapan cahaya dan cepat dalam pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Kebanyakan daun tanaman budidaya mempunyai :
1. Permukaan luar yang luas dan datar,
2. lapisan pelindung permukaan atas dan bawah,
3. banyak stomata per satuan luas,
4. permukaan daun yang luas dan rongga udara yang saling berhubungan,
5. sejumlah besar kloroplast dalam setiap sel, dan
6. hubungan yang erat antara ikatan pembuluh dan sel-sel fotosintesis.
Sehelai daun yang ideal untuk pertukaran gas dan penangkapan cahaya adalah setebal satu sel, tetapi kekerasan lingkungan alami menuntut beberapa lapisan sel dan pelindung permukaan agar tetap lestari (Gardner dkk, 1991).








Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan dari fotosintesis ini adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap kecepatan fotosintesa tanaman Hydrilla verticulata.
Kegunaan percobaan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti prakrikum di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi untuk pihak yang membutuhkan.















TINJAUAN PUSTAKA

Materi-materi kasar digunakan oleh tanaman dalam membangun makanan organik, seperti karbohidrat, glukosa, fruktosa dalam bentuk air dan karbon dioksida. Pertambahan dari keuntungan fotosintesis dan pertukaran CO2 seimbang selama musim dingin telah diberitahukan (Pradhan, 2001).

Fotosintesis adalah evolusi O2 yang digerakkan cahaya dari air dan penyimpanan tenaga reduksi yang dihasilkan dalam berbagai komponen karbon yang membentuk jasad hidup. Klorofil a dan pigmen-pigmen pelengkap, yang menyerap kira-kira separuh dari radiasi matahari ( panjang gelombang < 700 nm ), membuat peta dua buah perubahan energi primer didalam dua fotosistem yang berlainan (Wilkins, 1969).

Fotosintesis adalah fenomoena biologi yang paling terpenting di dunia. Fotosintesis menggunakan materi-materi organik di bumi setelah diproduksi. Materi-materi organik ini berasal dari penyedia makanan dan hewan-hewan lain untuk sebagai sumber energi, tersedia dalam bentuk materi-materi kasar untuk mensintesis dan memproduksi sintesis serat, plastik, poliester, dan materi lain yang digunakan (Ting, 1982).

Lazimnya peristiwa fotosintesis dinyatakan dalam persamaan reaksi kimia sebagai berikut :
6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2
peristiwa ini hanya berlangsung jika ada klorofil dan ada cukup cahaya (Dwidjoseputro, 1994).
Pada tumbuhan tinggi, klorofil terdiri dari dua jenis pigmen : klorofil a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau-biru, dan klorofil b (C55H70O6N4Mg) yang berwarna hijau-kuning. Unsur-unsur magnesium merupakan 2,7% dari klorofil. Proporsi dari kedua pigmen ini agak berbeda pada berbagai tumbuhan, rata-rata pada tumbuhan bunga nisbah kandungan kedua pigmen ini sekitar tiga bagian klorofil a dan satu bagian klorofil b. Dengan perkecualian beberapa jenis bakteri berpigmen, klorofil a selalu ada dalam tumbuhan hijau, klorofil b terdapat bersama-sama dengan klorofil a pada ganggang hijau dan semua tumbuhan tinggi (Tjitrosomo, 1990).

Pengaruh utama dari perubahan dalam kerapatan pengaliran terjadi pada proses yang menggunakan cahaya sebagai suatu sumber energi fotosintesis dan bukannya pada penggunaan cahaya sebagai suatu indikator lingkungan. Untuk kebanyakan tanaman, fotosintesis menjadi jenuh cahaya pada kerapatan pengaliran yang jauh dibawah maksimum yang biasa dialaminya, sebagian besar karena masalah penyediaan CO2, tetapi di daerah beriklim sedang (temperate) dan daerah kutub, kebalikannya sering terjadi dimana fotosintesis dibatasi oleh intensitas cahaya yang rendah (Andani dan Purbayanti, 1991).
Fotosintesis harus dipisahkan menjadi bagian-bagian penyusunnya untuk menetapkan responnya terhadap temperatur. Reaksi terang atau fosforilasi, tidak tergantung pada temperatur dalam rentang suhu kondisi tubuh tanaman. Fiksasi CO2 merupakan reaksi yang dikendalikan oleh enzim, dan meningkat dengan laju penambahan makin tinggi sejalan dengan meningkatnya temperatur hingga mencapai temperatur yang menyebabkan denaturasi enzim-enzimnya
(Gardner dkk, 1991).
Fotosintesis adalah jalan kecil metabolisme dimana NADPH dan ATP diproduksi oleh reaksi terang dan dipakai untuk merombak anorganik CO2 menjadi organik karbon. Reaksi ini menunjukkan reaksi gelap fotosintesis, tetapi penunjukan ini sangat menyesatkan, sejak implikasi ini bisa mereka proses tanda adanya cahaya (Hopkins, 1995).

Tanaman berhijau daun menangkap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui proses yang dikenal sebagai fotosintesis. Fotosintesis tergantung pada :
a. Faktor luar : hara, mineral, air, CO2, suhu, dan energi
b. Faktor dalam : pigmen, enzim, tingkat organisasi
(Dartius, 1991).

Secara alami siklus gelap terang berlangsung selama 24 jam, berarti jika lama periode terang 14 jam, maka lama periode gelap otomatis adalah 10 jam; sebaliknya jika periode terang hanya 10 jam, maka lama periode gelap menjadi 14 jam. Dengan kata lain, jika periode terang semakin panjang, maka periode gelap akan menjadi semakin singkat, atau sebaliknya (Lakitan, 1996).

Daun dari kebanyakan spesies menyerap lebih dari 90% cahaya ungu dan biru, demikian pula untuk cahaya jingga dan merah. Hampir seluruh penyerapan ini dilakukan oleh pigmen-pigmen kloroplast. Pada membran tilakoid, setiap foton dapat mengeksitasi satu elektron dari pigmen karatenoid atau klorofil. Klorofil berwarna hijau merupakan bukti bahwa pigmen ini tidak efektif untuk menyerap cahaya hijau (Lakitan, 1993).


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian 25 m dpl. Percobaan dilakukan pada hari rabu tanggal 29 Oktober 2008 pada pukul 15.00 WIB sampai selesai.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Hydrilla verticulata sebagai objek percobaan, air kolam sebagai media percobaan dan kertas minyak (merah, kuning, hijau) sebagai indikator panjang gelombang cahaya merah, kuning, dan hijau.

Adapub alat-alat yang diperlukan dalam percobaan ini adalah gelas beaker yang berfungsi sebagai tempat/ wadah percobaan, funel sebagai alat penahan corong, tabung reksi sebagai penutup corong, timbangan untuk menimbang Hydrilla, ember sebagai tempat air kolam, stopwatch sebagai penghitung waktu, buku data sebagai tempat menulis data, kalkulator sebagai alat penghitung, dan penggaris untuk menggarisi buku data.

Prosedur Percobaan

- Ditimbang Hydrilla verticulata sebanyak 10 gram, sebanyak 3 bagian
- Diisi gelas beaker dengan air kolam ¾ bagian, sebanyak 3 buah
- Dimasukkan Hydrilla verticulata ke dalam gelas beaker dan ditahan dengan menggunakan funnel hingga setinggi 2cm dari dasar gelas beaker dan ditegakkan dengan menggunakan kawat
- Ditutup ujung funnel dengan tabung reaksi sehingga berisi air tetapi tidak boleh ada gelembung udara di dalam tabung reaksi. Ditutup gelas beaker dengan kertas minyak warna merah, kuning dan hijau
- Ditempatkan di bawah sinar matahari
- Diamati pada interval 10 menit, sebanyak 5 kali
- Dihitung besar kecepatan fotosintesa dengan rumus :
Volume O2
Kecepatan Fotosintesa =
Waktu



Gambar percobaan :
- Kertas minyak merah



1


2


3
4 4
5


- Kertas minyak hijau




1




2




3
4

5





- Kertas minyak kuning


1


2



3
4
5

Keterangan gambar :
1. Tabung reaksi
2. Kertas minyak ( merah, kuning, hijau )
3. Funnel
4. Corong
5. Hydrilla verticulata


































HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Waktu

Cahaya
10’

20’
30’
40’
50’

Merah

130
60
80
54
69

Kuning

74
51
139
72
19

Hijau

25
25
14
4
2


> 100 = banyak
50 – 100 = sedang
< 50 = sedikit

Waktu

Cahaya
10’

20’
30’
40’
50’

Merah

Banyak
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

Kuning

Sedang
Sedang
Banyak
Sedang
Sedikit

Hijau

Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit



Perhitungan

Volume O2
Kecepatan Fotosintesa =
Waktu

1. Cahaya merah
- Pada menit ke 10
130
Kecepatan Fotosintesa = = 0,21 kali/ detik
600

- Pada menit ke 20
60
Kecepatan Fotosintesa = = 0,1 kali/ detik
600

- Pada menit ke 30
80
Kecepatan Fotosintesa = = 0,13 kali/ detik
600

- Pada menit ke 40
54
Kecepatan Fotosintesa = = 0,09 kali/ detik
600

- Pada menit ke 50
69
Kecepatan Fotosintesa = = 0,115 kali/ detik
600
2. Cahaya kuning
- Pada menit ke 10
74
Kecepatan Fotosintesa = = 0,12 kali/ detik
600

- Pada menit ke 20
51
Kecepatan Fotosintesa = = 0,085 kali/ detik
600

- Pada menit ke 30
139
Kecepatan Fotosintesa = = 0,23 kali/ detik
600

- Pada menit ke 40
72
Kecepatan Fotosintesa = = 0,12 kali/ detik
600

- Pada menit ke 50
19
Kecepatan Fotosintesa = = 0,031 kali/ detik
600




3. Cahaya hijau
- Pada menit ke 10
25
Kecepatan Fotosintesa = = 0,04 kali/ detik
600

- Pada menit ke 20
25
Kecepatan Fotosintesa = = 0,04 kali/ detik
600

- Pada menit ke 30
14
Kecepatan Fotosintesa = = 0,02 kali/ detik
600

- Pada menit ke 40
4
Kecepatan Fotosintesa = = 0,006 kali/ detik
600

- Pada menit ke 50
2
Kecepatan Fotosintesa = = 0,003 kali/ detik
600




Pembahasan


Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa kecepatan fotosintesa antara warna merah dan warna hijau sangat berbeda. Hydrilla lebih cepat berfotosintesa dengan pemberian cahaya merah. Pada cahaya hijau kecepatan rata-rata fotosintesa adalah 0,021 kali/ detik dan pada cahaya merah kecepatan rata-rata fotosintesa adalah 0,129 kali/ detik. Hal ini terjadi karena tanaman pada umumnya lebih banyak menyerap cahaya merah dibandingkan cahaya hijau. Hal ini sesuai dengan literatur dari lakitan (1993) yang menyatakan bahwa daun dari kebanyakan spesies menyerap lebih dari 90% cahaya ungu dan biru, demikian pula untuk cahaya jingga dan merah. Klorofil berwarna hijau merupakan bukti bahwa pigmen ini tidak efektif untuk menyerap cahaya.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kecepatan fotosintesa yang paling sedikit adalah pada menit ke 50 pada kertas minyak warna hijau yaitu sebanyak 2 gelembung. Ini dikarenakan pada menit ke 50 cahaya sudah mencapai titik jenuhnya. Hal ini sesuai dengan literatur Tjitrosomo (1990) yang menyatakan bahwa pada daun tumbuhan yang habitat normalnya cahaya matahari terang, laju fotosintesis cenderung sebanding dengan intensitas cahaya yang diterima oleh daun sampai maksimum seperlima atau sepertiga cahaya matahari penuh. Titik yang ada padanya terdapat peningkatan intensitas lebih lanjut namun tidak meningkatkan laju fotosintesis dinamakan titik jenuh cahaya.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses fotosintesa selain cahaya yaitu air, karbondioksida, dan suhu. Hal ini sesuai dengan literatur Dartius (1991) yang menyatakan bahwa tanaman berhijau daun menangkap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui proses yang dikenal sebagai fotosintesis. Fotosintesis bergantung pada :
a. faktor luar, yaitu hara , mineral, air, karbondioksida, suhu, dan energi
b. faktor dalam, yaitu pigmen, enzim, dan tingkat organisasi.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa CO2 berpengaruh terhadap kecepatan fotosintesa, dimana NADH dan ATP diproduksi oleh reaksi terang dan dipakai untuk merombak organik CO2 menjadi organik karbon. Hal ini sesuai dengan literatur Hopkins (1995) yang menyatakan bahwa fotosintesis adalah jalan kecil metabolisme dimana NADPH dan ATP diproduksi oleh reaksi terang dan dipakai untuk merombak anorganik CO2 menjadi organik karbon.













KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil percobaan didapat bahwa gelembung yang paling banyak terbentuk adalah pada menit ke 30 pada kertas minyak warna kuning sebanyak 139 gelembung.
2. Dari hasil percobaan diketahui bahwa gelembung yang paling sedikit terbentuk adalah pada menit ke 50 kertas minyak berwarna hijau yaitu sebanyak 2 gelembung.
3. Dari hasil percobaan diketahui bahwa pada kertas minyak warna merah gelembung yang paling banyak adalah pada menit ke 10 sebanyak 130 gelembung dan yang paling sedikit pada menit ke 40 yaitu sebanyak 34 gelembung.
4. Dari hasil percobaan diketahui bahwa pada kertas minyak yang berwarna kuning, gelembung yang paling banyak adalah pada menit ke 30 yaitu sebanyak 139 gelembung dan yang paling sedikit adalah pada menit ke 50 sebanyak 29 gelembung.
5. Dari hasil percobaan diketahui bahwa pada kertas minyak warna hijau, gelembung yang paling banyak adalah pada menit ke 10 dan ke 20 sebanyak 25 gelembung dan yang paling sedikit adalah pada menit ke 50 yaitu sebanyak 2 gelembung.


Saran

Sebaiknya praktikum dilakukan pada pagi hari saat matahari mulai muncul agar didapat hasil yang akurat.





















DAFTAR PUSTAKA

Andani, S dan Purbayanti, E.D., 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta. UGM Press.

Dartius., 1991. Biologi Umum. Medan. USU-Press.

Dwidjoseputro, D., 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama.

Gardner, F.P; R,B. Pearce; dan Mitchell, R.L., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya diterjemahkan oleh Herawati Susilo. Jakarta. UI-Press.

Hopkins, W.G., 1995. Introduction to Plant Physiology. New York. Jhon Wiley and Sons, Inc.

Lakitan, B., 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada.

., 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada.

Pradhan, S., 2001. Plant Physiology. Har-Anand. Publications Pvt Ltd.

Salisbury, F.B dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan edisi keempat. Bandung. ITB-Press.

Ting, I.P., 1982. Plant Physiology. London. Addison-Wesley publishing company.

Tritrosomo, S.S., 1990. Botani Umum 2. Bandung. Angkasa.

Wilkins, M.B., 1969. Fisiologi Tanaman 1. Jakarta. Bumi Aksra.

HIDROPONIK

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hadirnya tanaman hias di ruang-ruang perkantoran, hotel, restoran, atau perumahan kini tidak hanya sekedar untuk estetika. Beberapa pengguna tanaman indoor mengatakan bahwa pemakaian tanaman indoor sudah menjadi kebutuhan, khususnya di kalangan masyarakat perkotaan. Diantara jenis-jenisnya dikenal pula tanaman indoor yang eksklusif (Redaksi Trubus, 1998).

Aglaonema telah menjadi primadona tanaman hias dengan harga gila-gilaan, dijual dengan hitungan rupiah per daunnya, tidak tanggung-tanggung perdaun bisa diatas 50 ribu rupiah. Aglaonema sendiri dikenal dengan nama Sri Rejeki dengan nama latin Aglaonema pictum sebagai jenis asli Indonesia. Aglaonema masuk dalam famili Araceae atau talas-talasan yang terdiri dari 32 suku (http://pramesiku.blogspot.com, 2008).

Keindahan tanaman ini menarik simpati sehingga banyak orang yang menanam dan merawatnya. Cara menanam yang sangat umum dilakukan yaitu dengan cara menggunakan tanah. Namun, bila kebersihannya tidak terjaga, ruangan menjadi sangat kotor oleh tanah. Untuk mengatasi hal ini, alternatif yang tepat yaitu bertanam dengan cara hidroponik. Hidroponik berasal dari kata hydro (air) dan ponos (kerja). Istilah ini diusulkan oleh W.A.Setchell sehubungan dengan keberhasilan W.F.Gericke mengembangkan teknik baru cara bercocok tanam. Gericke mengalami kesulitan dalam mencari istilah yang cocok untuk hasil percobaannya. Teknik baru yang dicobanya adalah bercocok tanam air sebagai medium tanam. Pada mulanya dipakai istilah aquaculture, namun karena istilah ini sudah dipakai pada kegiatan lain maka dicari istilah baru. Akhirnya istilah hidroponiklah yang dipakai untuk percobaannya (Tim Penulis PS, 1992).

Menanam tumbuhan rumah dalam air, sudah sejak lama dilakukan di Eropa. Sejmlah pabrik telah menghasilkan tempat-tempat terbuat dari bermacam-macam kata yang terbentuk bagus untuk memenuhi kebutuhan ini. Di Amerika tempat-tempat seperti ini masih kurang umum, sehingga orang-orang disana masih harus mengendalikan pada kreativitas masing-masing. Pada kenyataannya, tempat apa pun yang kedap air dan besar ukurannya dapat digunakan (Nicholls, 1994).

Cara penanaman diatas air belakangan ini malah sudah banyak ditinggalkan dan diganti dengan cara penanaman diatas media lain yang lebih praktis, mudah didapat dan dilakukan. Istilah yang digunakan pun berubah menjadi hydroponic, yang berarti hydro (air) dan ponics (pengerjaan). Sebab tanaman yang ditumbuhkan dalam air kurang mendapat sambutan dibandingkan dengan menggunakan media lain seperti pasir, kerikil, sebagai tempat menancapkan tanaman (Lingga, 1999).

Sistem produksi tanaman hidroponik dapat diganti dari simpel yang sangat kompleks pada kontruksi dan pengaturannya. Sistem hidroponik yang benar digunakan bukan pada media tumbuh, tanaman didukung dengan bahan kimia dan nutrisi yang disuplai dari solusi penyaringan hidroponik (http://www.wikipedia.com, 2008).

Penyerbukan dalah suatu proses perpindahan serbuk sari ke kepala puti baik dari tanaman yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Normalnya, senua biji maupun bunga untuk memperoleh hasil panen tergantung pada proses penyerbukan itu sendiri merupakan suatu prose jatuhnya serbuk sari dari bunga jantan ke kepala putik dari bunga betina (Arya, 1999).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan Aglaonema (Aglaonema sp.) secara hidroponik.

Kegunaan Percobaan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi untuk pihak yang membutuhkan.










TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut http://wapedia.mobi/id/ (2008), botani tanaman aglaonema adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Family : Araceae
Genus : Aglaonema
Spesies : Aglaonema sp.

Aglaonema mempunyai akar serabut. Akar serabut tampak berisi (gemuk) dan berwarna putih bila kondisi akar cukup sehat. Sementara tanaman yang sakit, akarnya kurus dan berwarna coklat (Leman, 2002).

Batang aglaonema termasuk pendek, tertutup oleh daun. Batang umumnya berwarna hijau muda, putih, atau berwarna merah muda. Batang tersebut tidak berkayu dan banyak mengandung air (Leman, 2002).


Jenis aglaonema ini tampak eksotik. Daunnya berwarna hijau, sedangkan daun yang muda berwarna lebih terang. Tulang-tulang daunnya tampak jelas dan berwarna krem sedikit kemerahan. Demikian juga tangkai daunnya berwarna krem sedikit kemerahan. Panjang daun 20 – 30 cm dan lebarnya 10 – 12 cm (Redaksi Trubus, 1998).

Munculnya bunga pada tanaman agalonema akan menjadi penghambat pertumbuhan daun. Warna akan menjadi kusam dan kasat. Bunga aglaonema ternyata butuh makanan ekstra untuk proses pertumbuhan dan pembesarannya. Itu semua karena aglaonema yang berbunga akan memproduksi biji-biji, ibarat ibu-ibu hamil akan mengorbankan bentuk tubuhnya untuk perkembangan si janin, begitu juga dengan aglaonema (http://www.speedytown.com, 2008).


Untuk mendapatkan biji, aglaonema harus melangsungkan perkawinan dengan bertemunya benang sari (kelamin jantan) dan putik (kelamin betina) untuk menghasilkan bunga. Istilahnya penyerbukan. Bila berhasil, bunga berubah menjadi buah yang berisi biji. Inilah calon tanaman baru (Budiana, 2006).

Syarat Tumbuh

Iklim

Sesuai dengan sifat aslinya, aglaonema memerlukan tempat teduh atau ada naungan. Temperatur yang optimal untuk aglaonema antara 24-29 oC pada siang hari dan 18-21 oC pada malam hari. Adapun kelembaban optimal sekitar 50% (Leman, 2002).

Aglaonema di alam ditemukan di hutan-hutan dataran rendah dengan pencahayaan terbatas. Ia membutuhkan 1000 – 25.000 cahaya lilin tanpa langsung terkena sinar matahari. Walaupun pada kondisi cahaya kurang dari 150 cahaya lilin pun dia tetap tumbuh di nurseri yang dilengkapi shading net (Trubus, 2005).

Intensitas sinar matahari berkisar antara 10 – 30%, kelembaban yang cocok untuk merawat aglaonema adalah 50 – 70%, di kisaran itu tanaman tumbuh baik, lebih dari 75% dapat menyebabkan tumbuhnya cendawan pada media tanam (http://infokebun.wordpress.com, 2008).

Lokasi yang ideal untuk merawat aglaonema adalah daerah yang berketinggian 300 – 400 m dpl, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat tumbuh baik di dataran rendah (http://infokebun.wordpress.com, 2008).

Tanah

Lokasi yang ideal untuk merawat agleonema adalah daerah yang berketinggian 300 – 400 m diatas permukaan laut. Aglaonema dapat tumbuh dengan baik pada media dengan pH 7 atau disebut juga pH netral yang kaya akan zat hara, angka pH yang selisih 0,5 – 1 masih dianggap pH ideal (http://infokebun.wordpress.com, 2008).

Tanaman aglaonema umumnya tumbuh subur pada jenis tanah podsolik merah kuning (PMK), latosol, dan andosol. Tanaman ini membutuhkan tanah yang bertekstur pasir sampai liat, aerase dan drainase baik, subur, gembur, banyak bahan organik (http://www.infokebun.wordpress.com, 2008).

Apabila tanah yang digunakan sebagai media tanam, maka pupuk yang diberikan hanya sebagai pelengkap saja. Sebab, unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman sudah tersedia secara alami di dalam tanah (Tim Penulis PS, 1998).

Hidroponik

Hidroponik adalah sebuah istilah yang menaungi banyak macam metode. Prinsip-prinsip dasar hidroponik dapat diterapkan dalam macam-macam cara yang dapat disesuaikan dengan persyaratan-persyaratan finansial maupun keterbatasan ruang pada tiap orang yang ingin mengerjakannya (Nicholls, 1992).

Untuk persemaian dapat digunakan media berupa pasir halus, arang, sekam, jiffi (gambut), atau rockwoll. Dari macam-macam media tersebut yang sering digunakan adalah pasir halus karena kondisi media yang cocok dengan persemaian dan harganya yang murah serta mudah diperoleh (Prihmantoro dan Indriyani, 2000).

Sebagai pengganti tanah bisa digunakan air, kerikil, atau bahan lainnya untuk media. Batu apung adalah salah satu alternatif media yang dapat digunakan untuk berhidroponik karena mudah diperoleh dan cukup ringan. Sebelum digunakan, media ini dipotong-potong berukuran sekitar 2-3 cm, atau dapat juga lebih besar sesuai dengan ukuran pot yang akan digunakan. Agar tanaman tidak tercemar bibit hama atau penyakit, maka media ini harus dibersihkan terlebih dahulu. Dalam hal ini, media tidak berfungsi sebagai tanah, tetapi sebagai pembantu tegaknya tanaman. Disamping itu, juga sebagai perantara untuk memenuhi kebutuhan makanan (nutrien) (Tim Penulis PS, 1992).

Bercocok tanam dengan cara hidroponik sangat banyak keuntungannya terutama bagi para hobiis yang berada di kota-kota besar. Halaman rumah yang sempit atau tidak mempunyai halaman rumah sama sekali bukanlah merupakan halangan yang berarti untuk memelihara tanaman hias. Cara ini juga akan memudahkan pemeliharaan tanaman agar bebas dari kotoran, hama, dan penyakit. Disamping keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan, masih ada keuntungan lain dari berhidroponik. Daiantaranya adalah tanaman hias akan tumbuh lebih subur, pemakaian pupuk dan air lebih hemat, metode kerja lebih praktis, tidak membutuhkan tenaga kasar, dan tidak banyak memakai peralatan (Tim Penulis PS, 1998).

Banyak alternatif lainnya, seperti batu apung, pecahan batu bata, atau genteng, pasir, arang kayu, arang sekam, pakis, sabut. Prinsipnya media tersebut harus bersifat porous (berongga) untuk sirkulasi udara, mudah menyerap air, tidak cepat lapuk, akar mudah menempel, dapat menyimpan zat hara, dan tidak mudah menjadi sumber penyakit (http://dedesuhaya.blogspot.com, 2008).

Sistem pengairan hidroponik bila dilakukan secara manual akan sangat merepotkan, sementara bila dilakukan secara otomatis butuh energi dan bahan yang tidak sedikit, perlu pompa listrik, selang, pengatur, dan sebagainya (http://dedesuhaya.blogspot.com, 2008).

Bayfolan

Ada 13 jenis unsur hara yang sangat diperlukan atau harus tersedia bagi tanaman. Unsur tersebut dikenal dengan sebutan unsur hara essensial. Ada yang diperlukan dalam jumlah banyak sehingga disebut unsur hara makro, ada juga yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit disebut unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari unsur N, P, K, Ca, Mg, S. Unsur hara mikro terdiri dari unsur Zn, Mn, B, Cl, Fe, Mo, Cu, dan Tembaga. Pupuk anorganik atau pupuk kimia ada yang merupakan senyawa tunggal seperti Urea, TS, dan KCl. Ada juga yang merupakan senyawa majemuk seperti NPK, Gandasil, Hylonex, Bayfolan, Surplus, dll. Bentuknya pun bermacam-macam misalnya bubuk, kristal, butiran, prill, ataupun cairan (Prihmantoro, 1997).
Pupuk daun disemprotkan melalui daun. Selain akar, daun merupakan organ tanaman yang sangat efektif untuk pemupukan. Daun mampu menyerap unsur hara yang terkandung dalam pupuk daun yang disemprotkan ke bagian ini secara tepat. Bahkan, pupuk lebih cepat diserap melalui daun daripada akar. Oleh karena itu, bila diketahui bahwa suatu tanaman kekurangan unsur hara tertentu maka penambahan yang efektif adalah melalui pemupukan lewat daun (Hartus, 1997).

Pupuk daun bayfolan adalah pupuk anorganik yang dirancang sebagai makanan seimbang yang lengkap untuk berbagai jenis tanaman (http://etd.library.ums.ac.id, 2008).


Pupuk daun bayfolan mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (B, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, Co, dan Cl), mengandung antibiotik (pemusnah kuman) serta vitamin yang berfungsi mengaktifkan sel-sel yang rusak atau mati, mendorong pertumbuhan sel-sel baru, merangsang pertumbuhan batang, daun lebih menghijau serta bunga lebih meningkat (http://etd.library.ums.ac.id, 2008).








BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian 25 m dpl. Percobaan dilakukan pada hari Rabu tanggal 27 Agustus 2008 sampai tanggal 27 Oktober 2008.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan adalah tanaman aglaonema (Aglaonema sp.) sebagai objek percobaan, batu apung sebagai media tanam, bayfolan sebagai penyuplai nutrisi, air sebagai bahan pelembab tanaman.
Adapun alat yang digunakan adalah pot hidroponik sebagai media tanaman, pipa paralon sebagai pengukur ketinggian air, gabus sebagai pemberat lidi, dan penggaris untuk mengukur ketinggian air.

Prosedur Percobaan

- Disterilkan batu apung dengan cara merebus selama 30 menit.
- Dibersihkan alat tanaman dari kotoran dan bagian tanaman yang sudah mati.
- Dimasukkan batu ± 1/3 bagian dari pot dan dimasukkan pipa paralon tegak di pinggir pot.
- Dimasukkan tanaman dan diisi batu hingga menutupi akar tanaman.
- Dimasukkan gabus yang telah dicucuk dengan lidi untuk mengetahui ketinggian air pada pot.
- Setelah seminggu diberi pupuk bayfolan.
- Diamati tanaman setiap minggu.






















HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tanggal
Pengamatan Jumlah Daun Observasi Visual
27 Agustus 2008 4 Keadaan daun segar
03 September 2008 4 Keadaan daun segar
air berkurang
10 September 2008 4 Keadaan daun segar
17 September 2008 4 Keadaan daun segar
1 kuncup daun tumbuh
23 September 2008 5 Keadaan segar
08 Oktober 2008 5 Keadaan segar
15 Oktober 2008 5 Keadaan segar.
22 Oktober 2008 5 Keadaan segar
29 Oktober 2008 5 Keadaan segar


Pembahasan

Dari hasil percobaan, dapat dilihat bahwa tanaman aglaonema berkembang walau hanya sedikit saja perkembangannya. Pada awal penanaman jumlah daunnya ada 4 tetapi setelah 2,5 bulan jumlah daun bertambah menjadi 5. Hal ini terjadi karena pada sistem hidroponik, makanan (nutrien) tetap disalurkan, karena fungsi batu apung pada sistem ini adalah untuk menegakkan tanaman dan juga untuk mentransfer makanan (nutrien). Hal ini sesuai dengan literatur Tim Penulis PS (1998) yang menyatakan bahwa dalam hal ini, media tidak berfungsi sebagai tanah, tetapi sebagai pembantu tegaknya tanaman. Disamping itu, juga sebagai perantara untuk memenuhi kebutuhan makanan (nutrien).


Pada percobaan, pupuk yang digunakan adalah pupuk bayfolan. Pupuk bayfolan merupakan salah satu pupuk daun. Aplikasi pupuk daun selalu disemprotkan ke daun dan daun merupakan organ tanaman yang sangat efektif dalam menyerap unsur hara. Itulah sebabnya mengapa pada hidroponik yang digunakan pupuk bayfolan. Hal ini sesuai dengan literatur Hartus (1997) yang menyatakan bahwa pupuk daun disemprotkan melalui daun. Selain akar, daun merupakan organ tanaman yang sangat efektif untuk pemupukan. Daun mampu menyerap unsur hara yang terkandung dalam pupuk daun yang disemprotkan ke bagian ini dengan cepat. Bahkan pupuk lebih cepat diserap oleh daun daripada oleh akar.


Ada beberapa keuntungan dari hidroponik yaitu lebih hemat air karena tidak terlalu sering memberi air kepada tanaman, tanaman juga bebas dari kotoran. Hal ini sesuai dengan literatur Tim Penulis PS (1998) yang menyatakan bahwa disamping keuntungan-keuntungan lainnya masih ada keuntungan lainnya yaitu tanaman hias akan tumbuh lebih subur, pemakaian pupuk dan air lebih hemat, metode kerja lebih praktis, tidak membutuhkan tenaga kasar , dan tidak banyak peralatan.


Ada beberapa kerugian hidroponik yang dilakukan secara manual yaitu pengurusan yang repot. Hal ini sesuai dengan literatur http://dedesuhaya.blogspot.com (2008) yang menyatakan bahwa sistem pengairan hidroponik bila dilakukan secara manual akan sangat merepotkan, sementara bila dilakukan secara otomatis butuh energi dan bahan tidak sedikit, perlu pompa listrik, selang, pengatur, dan sebagainya.

Pada percobaan, media yang digunakan adalah batu apung karena batu apung memiliki bagian yang berporous (berongga) sehingga terjadinya siklus udara pun gampang. Hal ini sesuai dengan literatur http://dedesuhaya.blogspot.com (2008) yang menyatakan bahwa banyak alternatif lainnya, seperti batu apung. Prinsipnya media tersebut bersifat porous (berongga) untuk sirkulasi udara.


















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Keuntungan hidroponik adalah lebih hemat air, karena tidak terlalu sering memberi air dan pemakaian pupuk lebih hemat.
2. Kerugian dari hidroponik adalah pengurusannya yang sangat merepotkan
3. Batu apung digunakan sebagai media tanam karena batu apung memiliki bagian yang berporos, sehingga terjadi sirkulasi udara gampang.
4. Bayfolan digunakan sebagai penyedia nutrien, karena pupuk daun lebih cepat diserap tanaman daripada pupuk akar.
5. Selama percobaan, pertumbuhan aglaonema tidak mengalami penurunan pertumbuhan, mulai dari awal hingga akhir daun selalu tampak segar dan hijau.

Saran

Sebaiknya penandaan pada lidi lebih teliti, agar dapat dipastikan langsung apakah air dalam media tanam telah berkurang.








LAMPIRAN

KURVA SIGMOID

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang hijau merupakan salah satu bahan makanan yang dimakan rakyat Indonesia pada umumnya. Kacang hijau mudah digunakan dan dimasak. Cukup banyak makanan yang divariasi dari kacang hijau (http://id.wikipedia.org, 2008).

Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh masyarakat tani di Indonesia. Asal-usul tanaman kacang hiaju diduga dari kawasan India. Nikolai Ivanovich Vaviloc, seorang Ahli botani Soviet, menyebutkan bahwa India merupakan daerah asal sejumlah besar suku (family) leguminosa. Salah satu bukti yang mendukung pendapat Vaviloc adalah ditemukannya plasma nutfah kacang hijau India. Kacang hijau dibawa masuk ke wilayah Indonesia, terjadi pada awal abad ke 17, oleh pedagang China dan Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau pada mulanya terpusat di Pulau Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an mulai berkembang di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagiat timur. Daerah sentrum kacang hijau adalah provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan D.I. Yogyakarta (Rukmana, 1997).

Kacang hijau merupakan tumbuhan yang ditanam dengan intensif di India, karena ini merupakan tanaman favorit. Ada 2 macam kultivar. Kultivar kacang hijau dan kultivar kacang kedelai. Kacang hijau direbus agar dapat dimakan. Cara pertama ini di China dan Amerika. Kacang kedelai dapat digunakan sebagai lauk hijau dan makanan utama (Gibbon and Pain, 1985).
Tumbuh di India dengan 6000 kaki dpl. Biasanya di lahan kering. Tumbuhan ini sangat baik di distribusi sampai 30-35 ton per tahun (http://id.wikipedia.org, 2008).

Suatu hasil pengamatan pertumbuhan tanaman yang paling sering dijumpai khususnya pada tanaman setahun adalah biomassa tanaman yang menunjukkan pertambahan mengikuti bentuk S dengan waktu yang dikenal dengan nama model sigmoid (Sitompul dan Garitmo, 1995).

Ada 2 tipe dari kacang yang digunakan sebagai sayur yaitu Phaseolus vulgaris dan Phaseolus lunatus. Phaseolus vulgaris berada di Utara dan Selatan Amerika, dan sekarang berada di Eropa (Barden dkk, 1987).

Tidak semua spesies dari Phaseolus dapat menjadi nutrisi bagi manusia, beberapa dari jenis itu hanya digunakan untuk berbagai kondisi saja. Kacang-kacang itu ada di California,USA. Akan tetapi itu di import oleh Eropa, terutama daerah Mediterania (Klages, 1961).

Dikenal di India sebagai mung. Sangat terkenal dimana saja dengan warna hijau, coklat, bahkan hitam (Masefield, 1949).

Karakteristik kacang hijau yang secara alamiah toleran kekeringan dan berumur genjah menunjukkan bahwa kacang hijau pada lahan kering akan ditanam pada musim kemarau sesudah komoditas utama, yaitu padi gogo atau jagung. Kacang hijau ditanam sebagai tanaman ketiga untuk lahan kering berikilik basah dengan pola padi gogo-jagung-kacang hijau. Pada lahan kering beriklim kering ditanam dengan pola jagung-kacang hijau, atau kacang tanah-kacang hijau (Sinar tani edisi 23-29 Mei, 2007).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan dari pertumbuhan kurva sigmoid adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus).

Kegunaan Percobaan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi yang membutuhkan.















TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Rukmana (1997), tanaman kacang hijau termasuk suku (family) leguminoseae yang banyak varietasnya. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Leguminales
Family : Leguminoseae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L.

Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Makin banyak nodula akar, makin tinggi kandungan nitrogen (N) sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997).

Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecoklat-coklatan atau kemerah-merahan, tumbuh tegak mencapai ketinggian 30 – 110 cm dan bercabang menyebar kesemua arah (Rukmana, 1997).

Daun kacang hijau termasuk daun majemuk dengan tiga helaian anak daun. Helaian daun berwarna hijau, berbentuk oval yang berujung lancip (Najiyanti dan Danarti, 1999).
Kacang hijau termasuk berbunga sempurna. Bunganya berbentuk kupu-kupu berwarna kuning. Bunga ini keluar pada umur 29-40 hari. Setelah penyerbukan, bunga akan berkembang menjadi buah (Najiyanti dan Danarti, 1999).

Menghasilkan polong sepanjang 5-10 cm dan diameter 0,5 cm yang matang dalam waktu 20 hari setelah berbunga. Polong umumnya mengandung sedikitnya 10 biji kecil lonjong hingga bundar, berwarna hijau tua kekuningan atau kunig (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Bijinya berbentuk bulat, seberat 0,5-0,8 mg, berwarna hijau atau coklat kekuning-kuningan. Buah ini matang pada umur 56-100 hari tergantung dari varietasnya (Najiyanti dan Danarti, 1999).

Syarat tumbuh

Iklim

Curah hujan optimal 50-200 mm/ bulan. Temperatur 25-27 oC, dengan kelembaban udara 50-80 % dan cukup mendapat sinar matahari (http://sulsel.litbang.deptan.go.id, 2008).

Pengaruh cahaya terhadap tumbuhan secara luas telah banyak diselidiki. Pengaruh cahaya yang paling nyata dapat dilihat dengan membandingkan 1 macam tumbuhan yang tumbuh dalam keadaan gelap dan dalam keadaan cahaya normal (Tjitrosomo, 2005).









Tanah

Hampir semua jenis tanah pertanian cocok untuk budidaya tanaman kacang hijau. Jenis tanah yang di kehendaki tanaman kacang hijau adalah liat berlempung atau tanah berlempung yang banyak mengandung bahan organik, seperti tanah podsolik merah kunig, latosol. hal yang terpenting dalam pemilihan kacang hijau adalah tanahnya subur dan gembur, banyak mengandung bahan organik humus, aerasi, dan drainasenya baik, serta mempunyai pH 5,8 – 6,5. Untuk tanah pH lebih rendah dari 5,8 dilakukan pengapuran (Rukmana, 1997).

Tanah hitam cenderung tanah ringan dan padat, yang dapat juga tumbuh pada tanah aluvial jika ditanam cukup dalam. Tanaman kacang hijau dapat tumbuh pada hutan hujan tropis dengan pH 4,3 – 8,1 (Duke, 1981).

Tanaman kacang hijau mengkehendaki tanah yang tidak terlalu berat. Artinya, tanah tidak terlalu banyak mengandung tanah liat. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat disukai oleh kacang hijau (Purwono, 2008).

Pertumbuhan dan Perkembangan

Bagi seorang pengusaha benih, perkecambahan biji terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji dalam kondisi baku suatu uji perkecambahan. Bagi seorang petani, perkecambahan terjadi ketika bibit muncul dari tanah. Tetapi, pakar fisiologi memandang perkecambahan sebagai proses yang menyebabkan suatu biji yang tidak aktif mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga akan memunculkan suatu semai. Ini meliputi pengambilan air yang disbut imbibisi, mobilisasi persediaan cadangan makanan di dalam biji dan berlangsungnya kembali pertumbuhan dan perkembangan embrio untuk membentuk struktur tunas dan akar semai (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon, dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner dkk, 1991).

Pola pertumbuhan ini, dengan variasi yang besar dalam kepentingan nilai berat kering, dalam keserasian kurva dan dalam skala waktu yang digunakan, biasa terjadi pada tanaman tahunan yang ditanam atau tumbuh dalam lingkungan produktif. Dalam tanaman parenial, pola ini pada mulanya serupa, tetapi kemudian setidak-tidaknya pada iklim sedang kenaikan berat kering terus berlangsung dalam seperentelan langkah tahunan yang mungkin diselingi periode pertumbuhan negatif. Biasanya keadaan lingkungan mempengaruhi kebesaran tumbuhan pada setiap tahap (Heddy, 2001).

Kurva pertumbuhan berbentuk S (Sigmoid) yang ideal, yang dihasilkan oleh banyak tumbuhan setahun dan beberapa bagian tertentu dalam tumbuhan setahun maupun bertahunan. Kurva menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu (t). Tiga fase utama biasanya mudah dikenali: fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Fase logaritmik, ukuran (v) bertambah secara eksponensial saejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran organisme. Semakin besar organisme, maka semakin cepat ia tumbuh. Fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada laju maksimum selama beberapa waktu lamanya. Fase penuaan, dicirikan dengan laju pertumbuhan yang menurun, saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury dan Ross, 1995).

Suatu hasil pengamatan pertumbuhan tanaman, tanaman yang paling sering dijumpai khususnya pada tanaman setahun adalah biomassa tanaman, yang menunjukkan pertambahan mengikuti bentuk S dengan waktu yang dikenal dengan nama model sigmoid. Biomassa tanaman mula-mula meningkat perlahan (pada awal pertumbuhan), kemudian cepat dan akhirnya sampai dengan pertambahan ukuran tanaman (Sitompul dan Garitmo, 1995).















BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 25 m dpl. Percobaan dilakukan pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2008 pada pukul 15.00 WIB sampai selesai.

Bahan dan Alat Percobaan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih kacang hijau sebagai objek percobaan, pasir sebagai media tanam, top soil sebagai media tanam, kompos sebagai media tanam dengan perbandingan (1 : 1 : 1), dan polybag sebagai media tanam.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cangkul untuk mengolah tanah, meteran untuk mengukur lahan, gembor untuk menyiram tanaman, pacak untuk menandai lahan, tali plastik untuk menandai petak lahan, buku data sebagai tempat menulis data, penggaris sebagai penggaris buku data, dan pulpen untuk menulis data.

Prosedur Percobaan

- Diisi media kedalam polybag yaitu campuran top soil, pasir, dan kompos dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
- Direndam benih yang hendak ditanam dalam air selama 15 menit.
- Dibersihkan lahan dari gulma dan disusun batu bata sebanyak 4 buah dengan 2 batu bata sebagai ganjaran tiap polybag.
- Ditanam benih yang sudah direndam pada polybag sebanyak 3 benih.
- Diamati jumlah daun (helai) dan tinggi tanaman (cm) tiap minggu.
- Dicatat data dan digambar grafiknya.



















HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komoditi : Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)
Parameter : Tinggi Tanaman (cm)


MST SAMPEL
TOTAL
RATA-RATA
I II
Minggu I 10,5 9.5 20 10
Minggu II 14,1 20.2 34.3 17.15
Minggu III 25.5 28.5 54 27
Minggu IV 26 48.9 74.9 37.4
Minggu V 44.5 50 94.5 37.25
Minggu VI 47 54 101 50.5
Minggu VII 50 58.3 108.3 54.15
Minggu VIII 50 58.3 108.3 54.15
Minggu IX 50 58.3 108.3 54.15

Komoditi : Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)
Parameter : Jumlah daun (pasang)


MST SAMPEL
TOTAL
RATA-RATA
I II
Minggu I 1 pasang 1 pasang 2 pasang 1 pasang
Minggu II 4 pasang 4 pasang 8 pasang 4 pasang
Minggu III 5 pasang 5 pasang 10 pasang 5 pasang
Minggu IV 3 pasang 7 pasang 10 pasang 5 pasang
Minggu V 5 pasang 7 pasang 12 pasang 6 pasang
Minggu VI 6 pasang 8 pasang 14 pasang 7 pasang
Minggu VII 7 pasang 9 pasang 16 pasang 8 pasang
Minggu VIII 7 pasang 9 pasang 16 pasang 8 pasang
Minggu IX 6 pasang 8 pasang 14 pasang 7 pasang

Pembahasan

Dari hasil percobaan, pada parameter tinggi tanaman didapat tinggi tanaman jagung paling tinggi hanya sampai 107 cm saja, karena tanaman ini merupakan tanaman yang tegak. Hal ini sesuai dengan literatur Rubatzky dan Yamaguchi (1998) yang menyatakan bahwa tanaman ini merupakan tanaman tahunan tegak dengan tinggi 0,5 – 2 m.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung (zea mays) pada parameter tinggi tanaman, diperoleh hasil pengamatan minggu I tinggi tanaman 21 cm dan pada tinggi minggu II tinggi tanaman 47 cm, laju pertumbuhan masih cepat karena masih didalam tahap awal pertumuhan. Pada minggu III, IV, V, tiba-tiba tinggi tanaman berubah dengan lambat yaitu 65 cm; 75 cm; dan 80 cm. Akan tetapi pada minggu VII, VIII, IX, pertumbuhan jagung menjadi konstan 111 cm. Hal ini sesuai dengan literatur Sallisburry and Ross (1992) yang menyatakan bahwa biomassa tanaman mula-mula meningkat cepat (pada awal pertumbuhan), kemudian lambat dan akhirnya perlahan sampai konstan dengan pertambahan ukuran tanaman.

Dari pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung (zea mays) pada parameter jumlah daun mulai dari minggu I sampai minggu IV adalah konstan atau tetap, karena pertumbuhannya dari minggu ke minggu selalu bertambah ± 2 pasang. Hal ini sesuai dengan literatur Salisbury dan Ross (1992) yang menyatakan bahwa didalam pertumbuhan dan perkembangan dikenal 3 fase, yaitu fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Sehingga dari pengamatan yang dilakukan disimpulkan bahwa parameter jumlah daunnya adalah fase linier karena pertambahan ukuran berlangsung secara konstan atau tetap.

Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung (zea nmays) pada parameter tinggi tanaman dimulai dari minggu I dengan tinggi tanaman 21 cm, lalu pada minggu II 47 cm, dan minggu III 65 cm, sampai pada minggu IV 75 cm, minggu VI 85 cm, minggu VII 91cm. Tinggi tanaman pada awal minggu hanya bertambah banyak di minggu II, tetapi pada minggu-minggu berikutnya tinggi tanaman bergerak lambat. Ini disebabkan karena organisme semakin besar maka laju pertumbuhan semakin cepat dan dapat disimpulkan mengalami fase logaritmik. Hal ini sesuai dengan literatur Salisbury dan Ross (1992) yang menyatakan bahwa pada fase logaritmik ukuran (v) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tetapi kemudian meningkat terus. Laju cepat ia tumbuh.

Dari hasil percobaan dan pada kurva parameter jumlah daun, dilihat pada minggu awal sampai dengan minggu I terjadi penambahan 2 pasang daun, pertumbuhan tanaman masih lambat pada minggu ini, pola pertumbuhan ini dikatakan dengan fase logaritmik. Sedangkan pada minggu II, III, IV, dan IV terjadi penambahan jumlah daun yang konstan ± 2 pasang pada setiap minggunya, pada minggu II jumlah daun 4 pasang, minggu III 6 pasang, minggu IV 9 pasang, dan minggu V sebesar 8 pasang, pola pertumbuhan ini dikatakan dengan fase linier karena jumlah daun yang bertambah konstan. Dan pada minggu VII, VIII, IX jumlah daun tetap dan tidak bertambah. Pada minggu VII jumlah daun 8 pasang, minggu VIII 8 pasang, dan minggu IX 9 pasang, pola ini disebut dengan fase penuaan dimana laju pertumbuhan sudah mulai menurun dan tidak terjadi kenaikan lagi. Hal ini sesuai dengan literatur Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan bahwa 3 fase utama biasanya mudah dikenali yaitu fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Dimana fase logaritmik adalah laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tetapi meningkat terus. Sedangkan fase linear, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada laju maksimum selama beberapa waktu lamanya. Dan fase penuaan, dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua.
















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada parameter tinggi tanaman, data paling tinggi terdapat sampai minggu IX yaitu 50 cm.
2. Pada parameter tinggi tanaman, minggu I sampai minggu II laju pertumbuhan masih lambat, yaitu dari 10.5 cm sampai ke 14.1 cm.
3. Pada parameter jumlah daun, minggu I sampai minggu IV tumbuhan mengalami fase linier dimana pertumbuhan daun di tiap minggunya konstan ± 4 pasang.
4. Pada parameter tinggi tanaman dimulai minggu I dengan tinggi rata-rata 10.5 cm lalu minggu II 14.1 cm, minggu III 25.5 cm, minggu IV 26 cm, minggu V 44.5 cm, dan minggu VI 50 cm, semakin besar tanaman semakin cepat pertumbuhannya.
5. Pada parameter jumlah daun, minggu 0 sampai minggu II merupakan fase logaritmik, minggu II sampai minggu V merupakan fase linier, dan minggu VII sampai minggu IX masuk dalam fase penuaan.

Saran

Sebaiknya pada saat mengambil data, dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan penghitungan jumlah daun lebih teliti agar didapati hasil yang akurat.



DAFTAR PUSTAKA

Barden, J.A; Halfacre, R.G; dan Parrish, D.J., 1987. Plant Science. Mc.Graw-Hill, USA.

Duke, J.A., 1981. Handbook of Legumens of Word Economic Importance. Plenum-press, New York.

Gardner, F.P; Pearce, R.B; dan Mitchell, R.L., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. UI-Press, Jakarta.

Gibbon, D dan Pain, A., 1985. Crops of The Driver Regions of The Tropics. Longman Group, New York.

Goldsworthy, P.R dan Fisher, M.M., 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM-Press, Yogyakarta.

Heddy, S., 2001. Ekofisiologi Tanaman. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

http://id.wikipedia.org. 2008. Kacang Hijau. Diakses tanggal 19 oktober 2008.

http://sulsel.litbang.deptan.go.id. 2008. Budidaya Kacang Hijau. Diakses pada tanggal 19 oktober 2008.

Klages, K.H.W., 1961. Ecological Crop Geography. The MacMillan Company, New York.

Masefield, G.B., 1949. A Handbook of Tropical Agriculture. At The Clarendon Press, Oxford.

Najiyanti, S dan Danarti., 1999. Palawija Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Purwono. 2008. Kacang Hijau. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rubatzky, V.E dan Yamaguchi, M., 1998. Sayuran Dunia. ITB-Press, Bandung.

Rukmana, R., 1997. Kacang Hijau. Kanisius, Jakarta.

Salisbury, F.B dan C.W. Ross., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Edisi keempat. ITB-Press, Bandung.

Sinar Tani. 2007. Alternatif yang Menguntungkan Ditanam di Lahan Kering. Sinar Tani, Jakarta.

Sitompul, S.M dan Garitmo, B., 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM-Press, Yogyakarta.

Tjitrosomo, S.S., 2005. Botani Umum 2. Angkasa, Bandung.






















GRAFIK KURVA SIGMOID



Keterangan :
1. Fase penuaan, dimana laju pertumbuhan sudah mulai menurun. Terjadi pada minggu VII sampai minggu IX.
2. Fase Logaritmik, dimana laju pertumbuhan masih lambat. Terjadi pada minggu I dan minggu II.
3. Fase Linier, dimana laju pertumbuhan konstan. Terjadi pada minggu III sampai minggu VI.



Keterangan :
1. Fase penuaan, dimana laju pertumbuhan sudah mulai menurun. Terjadi pada minggu VI sampai minggu IX.
2. Fase Logaritmik, dimana laju pertumbuhan masih lambat. Terjadi pada minggu 0 sampai minggu I.
3. Fase Linier, dimana laju pertumbuhan konstan. Terjadi pada minggu II, sampai minggu V.





LAMPIRAN